Powered By Blogger

Senin, 29 November 2010

Administrative Decentralization in Asia

consideration of local goverment as an instrument of decentralized development is a study of continuing tension between alternative conception, ideas and defintions, because these are determined by alternative image in the mind of the observer. these tensions and subsequent confusions, underlie concepts of decentralized development but they are also important in understanding local goverment.
it is fairly obvious, but not always made explicit that local goverment encompasses a wide variety of structures, roles and behaviors, a factor taht taken on more significance when it is linked with the concept of decentralization. by decentralizing, a "superior" goverment one encompassing a large juridiction a assigns responsibility, authority or functions to a "lower" governmental unit one encompassing a smaller juridiction.

Sabtu, 27 November 2010

Rabu, 24 November 2010

Menelitik Sejarah Kerajaan Pelalawan



Wilayah kerajaan pelalawan yang sekarang menjadi kabupaten pelalawan,berawal dari kerajaan pekantua yang didirikan oleh maharaja indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas orang besar kerajaan temasik (singapura), setelah kerajaan temasik dikalahkan oleh majapahit dipenghujung abad XIV, Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (prameswara) mengundurkan dirinya ke tanah semenanjung,dan mendirikan Kerajaan Malaka.
Maharaja Indera (1380-1420) membangun Kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (anak sungai Kampar,sekarang termasuk Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan) pada tempat bernama “ Pematang Tuo” dan kerajaannya dinamakan “Pekantua&rdquo.

Setelah Maharaja Indera, Kerajaan Pekantua di pimpin oleh Maharaja Pura (91420-1445 M) dan Maharaja Jaya (1480-1505 M). Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah PP (1459-1477 M) menyerang Kerajaan Pekantua dan Kerajaan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Mansyur Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan, di umumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi “ Kerajaan Pekantua Kampar & ldquo;.

Setelah Munawar Syah Mangkat, di angkatlah Puteranya Raja Abdullah, Menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Di malaka, Sultan Mansyur Mangkat, di gantikan oleh Sultan Mahmud Syah I. Pada masa inilah Kerajaan Malaka diserang dan dikalahkan oleh Portugis (1511 M). Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar. Raja Abdullah (1511-1515 M), yang turut membantu melawan Portugis akhirnya tertangkap dan di buang ke Gowa. Oleh karena itulah, Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di pekantua (1526 M) langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M ) dan ketika beliau mangkat diberi gelar “Marhum Kampar” yang makamnya terletak di Pekantua Kampar. Sultan Mahmud Syah I mangkat digantikan oleh puteranya dari isterinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar “Sultan Alauddin Riayat Syah II &ldquo. Tak lama kemudian beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung mendirikan Negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M) yang bernama Tun Perkasa dengan Gelar “Raja muda Tun Perkasa &ldquo. Selanjutnya kerajaan Pekantua Kampar diperintah oleh Tun Hitam (1551-1575 M), lalu Tun Megat (1575-1590 M).

Ketika kerajaan Johor dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar), Tun Megat di Kerajaan Pekantua Kampar untuk menjadi raja. Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua Kampar. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar dengan gelar &ldquo Maharaja Dinda&rdquo (1590-1630 M).

Selanjutnya, beliau memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua (Pematang Tuo) ke Bandar Tolam (Sekarang menjadi Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan). Ketika Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M) mangkat digantikan oleh Putranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh putranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa Maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi pemindahan pusat Kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak sungai kampar, dan nama Kerajaan “ Pekantua Kampar &ldquo diganti menjadi kerajaan & ldquo;PELALAWAN&rdquo. Didalam upacara itu, gelar beliau yang semula Maharaja Dinda II di sempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja Lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesat karena membuat hubungan dagang dengan daerah sekitarnya. Ramainya Perdagangan dikawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor, setelah Sultan Mahmud Syah II di Kerajaan Johor mangkat, arus perdagangan beralih ke kawasan Pesisir Sumatera bagian timur. Sultan Mahmud Syah II mangkat di bunuh oleh Laksemana Megat Srirama yang tidak berputera, maka penggantinya diangkat Bendahara Tun Habib menjadi Raja Johor yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Tak lama datang Raja Kecil yang menuntut Tahta Johor, karena beliau mengaku sebagai Putra Sultan Mahmud Syah II dengan istrinya yang bernama Encik Pong. Mengenai Raja Kecil ini terdapat berbagai versi, ada yang mengakuinya sebagai putra Sultan Mahmud Syah II dan ada yang menolaknya. Tetapi para pencatat sejarah dan silsilah di Kerajaan Siak dan Pelalawan tetap mengakuinya bahwa beliau adalah putra Sultan Mahmud Syah II. Raja Kecil menduduki tahta Johor bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah. Tetapi kemudian terjadi pertikaian dengan iparnya, Raja Sulaiman, putra Sultan dan bergelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (1722-1760 M). sedangkan Raja Kecil yang menduduki tahta Johor sebelumnya (1717-1722 M) mengundurkan dirinya ke Siak, kemudian membuat negeri di Buatan. Inilah awal berdirinya kerajaan Siak Sri Indrapura, Raja Kecil memerintah Siak tahun (17722-1746 M). Kerajaan Pelalawan yang telah melepaskan diri dari ikatan Kerajaan Johor, diserang oleh Kerajaan Siak pada masa Sultan Syarif Ali (1784-1811 M). Serangan yang dipimpin oleh Said Abdurrahman, adik Sultan Syarif Ali dapat menaklukkan kerajaan Pelalawan. Sultan Said Abdurrahman melakukan ikatan persaudaraan yang disebut “Begito&rdquo (pengakuan bersaudara dunia akhirat) dengan Maharaja Lela II, Raja Pelalawan pada saat itu. Said Abdurrahman kemudian dinobatkan menjadi Raja Pelalawan dengan gelar Sultan Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822 M). sejak itu kerajaan Pelalawan diperintah oleh raja-raja keturunan Said Abdurrahman, saudara dari Syarif
Ali Sultan Siak, sampai kepada Raja Pelalawan terakhir.
1.      Syarif Abdurrahman (1798-1822 M)
2.      Syarif Hasyim (1822-1828 M)
3.      Syarif Ismail (1828-1844 M)
4.      Syarif Ismail (1844-1866 M)
5.      Syarif Ja’afar (1866-1872 M)
6.      Syarif Abubakar (1872-1886 M)
7.      Tengku Sontol Said Ali (1886-1892 M)
8.      Syarif Hasyim II (1892-1930 M)
9.      Tengku Said Osman (Pemangku Sultan) (1930-1941 M)
10.  Syarif Harun (1941-1946 M)
Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia, Tengku Said Harun bersama orang besar Kerajaan Pelalawan menyampaikan pernyataan taat setia dan bersatu dalam Negara Republik Indonesia yaitu pada tanggal 20 Oktober 1945. Setelah mangkat, atas jasa-jasanya beliau diberi gelar “Marhum Setia Negara&rdquo.

Sumber
http://www.pelalawankab.go.id/modules/news/dspFPDF.php?printID=22

Menelitik Sejarah Kerajaan Gunung Sahilan



Sejarah Singkat Kerajaan Gunung Sahilan


Pada mulanya, Gunung Sahilan bernama Gunung Ibul. Letak perkampungannya, berjarak satu kilometer dari kampung sekarang ini. Di kawasan Gunung Ibul itu, masih terdapat beberapa bekas situs sejarah yang juga tidak terawat dan nyaris hilang sejak perkebunan kelapa sawit menjamur di sepanjang Sungai Kampar. Di masa Gunung Ibul, atau Kerajaan Gunung Sahilan Jilid I, masyarakat masih beragama Budha, dibuktikan dengan bekas-bekas kandang babi dan tapak-tapak benteng.

Beberapa keturuna raja terakhir, Tengku Yang Dipertuan (TYD) atau lebih sering disebut Tengku Sulung (1930-1941) seperti Tengku Rahmad Ali dan Utama Warman, kerajaan Gunung Sahilan Jilid I diawali dengan Kerajaan Gunung Ibul yang merupakan kerajaan kecil. Menurut penuturan nenek moyang dan orang tua mereka, Kerajaan Gunung Ibul ada setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya. Pembesar-pembesar istana berpencar satu persatu dan mulai mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, salah satunya di kawasan Gunung Ibul.

“Cerita soal Kerajaan Gunung Ibul memang tidak memiliki bukti kuat seperti kerajaan Gunung Sahilan sekarang. Sebab kami mendapatkannya dari cerita secara turun-temurun tapi kami percaya karena memang bukti-buktinya masih ada,” ungkap Tengku Rahmad Ali yang tinggal di sisi kanan, luar pagar komplek istana.

Diakui keduanya, cerita tentang Gunung Ibul hanya sedikit sekali sehingga mereka terus berupaya untuk mencari lebih dalam lagi untuk bisa disambungkan dengan Kerajaan Gunung Sahilan. Baik Tengku Rahmad Ali, Utama Warman dan Tengku Arifin bin Tengku Sulung memulai kisah awal kerajaan Gunung Sahilan karena terjadinya keributan antar orang sekampung. Tidak jelas sebab musabab terjadinya keributan itu, yang pasti keributan mereda setelah tetua adat dan para khalifah bersepakat untuk mencari seseorang untuk di-raja-kan di Gunung Sahilan.

Pilihan mereka jatuh kepada Kerajaan Pagaruyung yang saat itu dalam masa keemasannya. Namun perlu diingat, kata mereka, bahwa sebelum kerajaan jilid II terbentuk, masyarakatnya sudah heterogen atau gabungan dari beberapa pendatang, baik dari Johor Baharu (Malaysia) dan orang-orang sekitar negeri seperti Riau Pesisir, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi dan sebagainya. Penduduk asli kampung bersuku Domo, sedang enam suku lainnya merupakan pendatang yang beranak-pinak di sana. Meski harus diakui, masih banyak versi lain mengenai sejarah kerajaan tersebut dengan perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu jauh.

“Seperti kami dari suku Melayu Darat dan Melayu Kepala Koto adalah pendatang dari Johor, begitu juga suku lainnya, kecuali Domo. Ditambahkan Tengku Arifin, mengapa pilihan jatuh ke Pagaruyung karena saat itu, kerajaan itu terlihat cukup menerapkan sistem pemerintahan yang demokrasi. Karenanya, diutuslah tetua atau bangsawan Gunung Sahilan untuk meminta anak raja untuk di-raja-kan di Gunung Sahilan. Anak raja pertama dan kedua meninggal saat disembah seluruh masyarakat. Keadaan negeri menjadi tidak menentu dan diutuslah seorang lagi untuk datang ke kerajaan mapan itu guna mencari siapa yang pantas di-raja-kan di negeri Gunung Sahilan.

“Saat itu, utusan negeri mendapatkan kabar dan melihat langsung bahwa anak raja yang bisa di-raja-kan di sini yang berkulit hitam dan kurang molek rupanya. Setelah mendapat izin, anak itu dibawa ke Gunung Sahilan dan di-raja-kan. Karena masih kecil anak itu tidak datang sendiri tetapi membawa pembesar istana lainnya ke negeri ini. Saat itu pula mulailah disusun, peraturan pemerintahan, termasuk adat-istiadat raja-raja jadilah sekarang garis keturunan di negeri ini berdasarkan ibu atau matrilineal,” tutur Tengku Arifin panjang lebar.

Sejak saat itu, raja-raja yang diangkat bukan anak kandung raja melainkan keponakannya. Berturut-turut raja yang pernah didaulat di Kerajaan Gunung Sahilan antara lain Raja I (1700-1740) Tengku Yang Dipertuan (TYD) Bujang Sati, Raja II (1740-1780) TYD Elok, Raja III (1780-1810) TYD Muda, Raja IV (1810-1850) TYD Hitam. Khusus raja keempat tidak didaulat seperti raja sebelumnya sebab TYD Hitam bukan anak kemenakan raja Muda, melainkan anak kandungnya. Namun TYD Hitam sebagai pengemban amanah memimpin selama kurang lebih 40 tahun. Raja V (1850-1880) TYD Abdul Jalil, Raja VI (1880-1905) TYD Daulat, Raja VII (1905-1930) Tengku Abdurrahman dan Raja VIII atau terakhir TYD Sulung atau Tengku Sulung (1930-1941).

Article By : Datuk Bertuah

Selasa, 23 November 2010

sair gurindam duabelas


GURINDAM DUABELAS

PASAL YANG PERTAMA

Barang siapa tiada memegang agama
Segala-gala tiada boleh dibilang nama
Barang siapa mengenal yang empat
Maka yaitulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah
Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal diri
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri
Barang siapa mengenal dunia
Tahulah ia barang yang terpedaya
Barang siapa mengenal akhirat
Tahulah ia dunia mudharat

PASAL YANG KEDUA

Barang siapa mengenal yang tersebut
Tahulah ia makna takut
Barang siapa meninggalkan sembahyang
Seperti rumah tiada bertiang
Barang siapa meninggalkan puasa
Tidaklah mendapat dua termasa
Barang siapa meninggalkan zakat
Tiadalah hartanya beroleh berkat
Barang siapa meninggalkan haji
Tiadalah ia menyempurnakan janji

PASAL YANG KETIGA

Apabila terpelihara mata
Sedikitlah cita-cita
Apabila terpelihara kuping
Khabar yang jahat tiadalah damping
Apabila terpelihara lidah
Niscaya dapat daripadanya faedah
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan
Daripada segala berat dan ringan
Apabila perut terlalu penuh
Keluarlah fi’il yang tidak senonoh
Anggota tengah hendaklah ingat
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki
Daripada berjalan yang membawa rugi

PASAL YANG KEEMPAT

Hati itu kerajaan di dalam tubuh
Jikalau zalim segala anggota tubuh pun rubuh
Apabila dengki sudah bertanah
Datanglah daripadanya beberapa anak panah
Mengumpat dam memuji hendaklah pikir
Di situlah banyak orang yang tergelincir
Pekerjaan marah jangan dibela
Nanti hilang akal di kepala
Jika sedikitpun berbuat bohong
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung
Tanda orang yang amat celaka
Aib dirinya tiada ia sangka
Bakhil jangan diberi singgah
Itulah perompak yang amat gagah
Barang siapa yang sudah besar
Janganlah kelakuannya membuat kasar
Barang siapa perkataan kotor
Mulutnya itu umpama ketor
Di manakah salah diri
Jika tidak orang lain yang berperi
Pekerjaan takbur jangan direpih
Sebelum mati didapat juga sepih

PASAL YANG KELIMA

Jika hendak mengenal orang berbangsa
Lihat kepada budi dan bahasa
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
Sangat memeliharakan yang sia-sia
Jika hendak mengenal orang mulia
Lihatlah kepada kelakuan dia
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
Bertanya dan belajar tiadalah jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
Di dalam dunia mengambil bekal
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai

PASAL YANG KEENAM

Cahari olehmu akan sahabat
Yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
Yang boleh tahukan tiap seteru
Cahari olehmu akan isteri
Yang boleh menyerahkan diri
Cahari olehmu akan kawan
Pilih segala orang yang setiawan
Cahari olehmu akan abdi
Yang ada baik sedikit budi

PASAL YANG KETUJUH

Apabila banyak berkata-kata
Di situlah jalan masuk dusta
Apabila banyak berlebih-lebihan suka
Itu tanda hampirkan duka
Apabila kita kurang siasat
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat
Apabila anak tidak dilatih
Jika besar bapanya letih
Apabila banyak mencat (mencacat?) orang
Itulah tanda dirinya kurang
Apabila orang yang banyak tidur
Sia-sia sajalah umur
Apabila mendengar akan kabar
Menerimanya itu hendaklah sabar
Apabila mendengar akan aduan
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan
Apabila perkataan yang lemah lembut
Lekaslah segala orang mengikut
Apabila perkataan yang amat kasar
Lekaslah orang sekalian gusar
Apabila pekerjaan yang amat benar
Tidak boleh orang berbuat onar

PASAL YANG KEDELAPAN

Barang siapa khianat akan dirinya
Apalagi kepada lainnya
Kepada dirinya ia aniaya
Orang itu jangan engkau percaya
Lidah suka membenarkan dirinya
Daripada yang lain dapat kesalahannya
Daripada memuji diri hendaklah sabar
Biar daripada orang datangnya kabar
Orang yang suka menampakkan jasa
Setengah daripadanya syirik mengaku kuasa
Kejahatan diri disembunyikan
Kebajikan diri diamkan
Ke’aiban orang jangan dibuka
Ke’aiban diri hendaklah sangka

PASAL YANG KESEMBILAN

Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan
Bukannya manusia yaitulah syaitan
Kejahatan seorang perempuan tua
Itulah iblis punya penggawa
Kepada segala hamba-hamba raja
Di situlah syaitan tempatnya manja
Kebanyakan orang yang muda-muda
Di situlah syaitan tempat bergoda
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan
Di situlah syaitan punya jamuan
Adapun orang tua(h) yang hemat
Syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru
Dengan syaitan jadi berseteru

PASAL YANG KESEPULUH

Dengan bapa jangan derhaka
Supaya Allah tidak murka
Dengan ibu hendaklah hormat
Supaya badan dapat selamat
Dengan anak janganlah lalai
Supaya boleh naik ke tengah balai
Dengan kawan hendaklah adil
Supaya tangannya jadi kapil

PASAL YANG KESEBELAS

Hendaklah berjasa
Kepada yang sebangsa
Hendak jadi kepala
Buang perangai yang cela
Hendaklah memegang amanat
Buanglah khianat
Hendak marah
Dahulukan hujjah
Hendak dimalui
Jangan memalui
Hendak ramai
Murahkan perangai

PASAL YANG KEDUABELAS

Raja mufakat dengan menteri
Seperti kebun berpagarkan duri
Betul hati kepada raja
Tanda jadi sebarang kerja
Hukum adil atas rakyat
Tanda raja beroleh inayat
Kasihkan orang yang berilmu
Tanda rahmat atas dirimu
Hormat akan orang yang pandai
Tanda mengenal kasa dan cindai
Ingatkan dirinya mati
Itulah asal berbuat bakti
Akhirat itu terlalu nyata
Kepada hati yang tidak buta

Tamatlah gurindam yang duabelas pasal yaitu karangan kita
Raja Ali Haji pada tahun Hijrah Nabi kita seribu
dua ratus enam puluh tiga kepada tiga likur
hari bulan Rajab Selasa jam pukul lima
Negeri Riau Pulau Penyengat

sejarah raja-raja kerajaan siak


Kerajaan Siak Sri Indrapura berdiri tahun 1723-1946 M yang didirikan oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah, putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dan isterinya Encik Pong. Dengan Pusat Kerajaan di Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat disitu. Selama lebih dari 20 tahun pemerintahan di Buantan Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah yang dipertuan Raja Kecil, telah menempatkan dasar dari sebuah kerajaan yang kelak akan berkembang dibawah pemerintahan keturunannya. Hubungan perdagangan diatur dengan baik sehingga negeri yang baru berkembang itu berkembang dengan cepat dan dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Pesisir Timur Sumatera. Sultan mangkat pada tahun 1746M dan diberi gelar Mahrum Buantan.

Disamping itu, Sultan ini menjadikan Agama Islam sebagai agama kerajaan yang bermazhab Syafei, seluruh adat diatur menurut hukum Syarak. Sultan ini mempunyai tiga orang putera, yaitu Tengku Alam bergelar Yang di Pertuan Muda, Tengku Tengah (meninggal sebelum dewasa) dan Tengku Buang Asmara Bergelar Tengku Mahkota. Diakhir hayatnya, meletus perang saudara yang mana kedua puteranya berselisih faham. Hal ini menyebabkan Tengku Alam yang dipertuan Muda, akhirnya meninggalkan Buantan. Sultan ini mangkat pada tahun 1746M dan deberi gelar Mahrum Buantan. Pemerintahan Kerajaan Siak dilanjutkan oleh Tengku Buang Asmara, Tengku Mahkota dengan gelar Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1765M). Sekitar tahun 1750M, Sultan memindahkan ibukota ke hulu negeri Buantan pada sebuah tempat bernama Mempura yang terletak pada sebuah anak sungai yang bernama Sungai Mempura Besar. Setelah beliau memerintah selama kurang lebih 19 tahun dan setelah Kerajaan Siak kukuh, pada tahun 1765 beliau mangkat dan diberi gelar Marhum Mempura Besar. 

Pada masa Sultan ke IX Pemerintahan Kerajaan Siak dipimpin oleh Said Ismail dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1827-1864). Beliau adalah menantu dari Sultan Said Ali. Pada masa beliau pusat Kerajaan dipindahkan ke Kota Siak Sri Indrapura dan ditandatanganinya "Traktat Siak" dengan Hindia Belanda yang berisi bahwa Kerajaan Siak takluk kepada Belanda. Beliau mangkat dan diberi gelar Marhum Indrapura.Selanjutnya Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin I (1864-1889M) yang memerintah di Kerajaan Siak. Pada masa beliau, Mahkota Kerajaan Siak dibuat, sehingga pada saat beliau wafat dianugrahi gelar Marhum Mahkota. Pada masa Sultan ke XI yaitu Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889-1908 M, maka dibangunlah Istana yang megah nan indah yang terletak di Kota Siak dan Istana ini diberi nama Istana Asserayyah Al Hasyimiah yang dibangunpada tahun 1889 M. Pembuatan Istana ditukangi oleh seorang arsitektur Jerman yang bernama Vande Morte. Beliau juga mendirikan Balai Kerapatan Tinggi ataupun Balairung Sri yang dijadikan ruang kerja Sultan, Aparatur Pemerintahan serta tempat Penobatan dan Mahkamah pengadilan. Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin Mangkat pada tahun 1908 di Singapura dan jenazahnya dibawa ke Siak yang kemudian dimakamkan di komplek Pemakaman Koto Tinggi.Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi, dan dimasa inilalah beliau berkesempatan melawat ke EROPA yaitu Jerman dan Belanda. Setelahwafat, beliau digantikan oleh puteranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan ke -12 dengan gelar Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir dekenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani ( Sultan Syarif Kasim II ) Bersamaan di proklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, Beliaupun mengibarkan Bendera Merah Putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke Jawa untuk menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan uang sebesar Sepulih Ribu Gulden.Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta. Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai Pekanbaru pada tahun 1968. Beliau ini meninggalkan keturunan baik permaisuri Pertama Tengku Agung maupun permaisuri Kedua Tengku Maharatu.

Berikut ini urutan raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak :
1. Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Almarhum Buantan (1723 - 1744)
2. Sultan Mohamad Abdul Jalil Jalaladdin Syah (1744-1760)
3. Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1760 - 1761)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1761-1766)
5. Sultan Mohamad Ali Abdul Jalil Mu’azam Syah (1766 - 1779)
6. Sultan Ismail Abdul Jalil Rakhmat Syah (1779 - 1781)
7. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah (1782 - 1784)
8. Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin (1784 - 1811)
9. Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Kholiluddin (1811-1827)
10. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin (1827 - 1864)
11. Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin (1864 - 1889)
12. Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889 - 1908)
13. Sultan Assyaidis Syarif Kasim II Abdul Jalil Syaifuddin (1908 - 1946).

Struktur Pemerintahan

Sultan merupakan pemegang pucuk pemerintahan. Ia didampingi oleh Dewan Kerajaan. Dewan kerajaan terdiri dari Orang-orang Besar Kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan penasihat utama Sultan. Orang-Orang Besar itu adalah:
1. Datuk Lima Puluh dengan gelar Sri Bejuangsa.
2. Datuk Tanah Datar dengan gelar Sri Pekerma Raja.
3. Datuk Pesisir dengan gelar Maharaja Ketuangsa.
4. Datuk Laksamana Raja Di Laut.

Di samping itu, ada pula pembesar-pembesar kerajaan yang bertugas membantu Sultan, anggotanya terdiri dari:
* Panglima Perang.
* Datuk Hamba Raja.
* Datuk Bintara Kiri.
* Datuk Bintara Kanan.
* Datuk Bendahara.

Pemerintahan di daerah-daerah dipegang oleh Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang Kaya dan Batin. Jabatan Penghulu, Orang Kaya dan Batin berada pada tingkat yang sama. Penghulu tidak mempunyai hutan tanah, ia dibantu oleh:
1. Sangko Penghulu, yakni wakil Penghulu.
2. Malim Penghulu, yakni pembantu urusan kepercayaan/agama.
3. Lelo Penghulu, yakni pembantu urusan adat dan sekaligus berfungsi sebagai Hulubalang.

Batin dan Orang Kaya adalah orang yang mengepalai suku asli. Jabatan ini didapat turun temurun. Batin mempunyai hutan tanah (ulayat) dan dibantu oleh:
1. Tongkat, pembantu Batin dalam urusan yang menyangkut kewajiban-kewajiban terhadap Sultan.
2. Monti, pembantu Batin urusan adat.
3. Antan-antan, pembantu Batin yang sewaktu-waktu dapat mewakili Tongkat atau Monti kalau keduanya berhalangan.

Pada masa pemerintahan Raja Kecil, terdapat beberapa perbatinan di sepanjang aliran Sungai Siak, yaitu:
1. Perbatinan Gasib.
2. Perbatinan Senapelan.
3. Perbatinan Sejaleh.
4. Perbatinan Perawang.

Perbatinan sebelah selatan kuala Sungai Siak sebagai berikut:
1. Perbatinan Sakai.
2. Perbatinan Petalangan.

Perbatinan di pulau-pulau sebagai berikut:
1. Perbatinan Tebing Tinggi.
2. Perbatinan Senggoro.
3. Perbatinan Merbau.
4. Perbatinan Rangsang.

Daerah asli yang kepala sukunya disebut penghulu ialah:
* Siak Kecil.
* Siak Besar.
* Betung.
* Rempah.

sumber :
Netscher, E. Belanda di Johor dan Siak: 1602-1865. Pemda Tk. II Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah  “Bina Pusaka”.